"Sebab menulis adalah peristiwa menyejarah"- @mizzanmrsydn
Kamis, 15 Desember 2011
Kamis, 08 Desember 2011
Kamis, 24 November 2011
Essai
Dramatisasi Reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II
Oleh MUHAMMAD
IZZAN MURSYIDAN
Drama
politik pemilihan menteri dan wakil menteri Kabinet Indonesia Bersatu II telah
berakhir pada Selasa (18/10) malam. Di Istana Merdeka, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
didampingi Wakil Presiden Boediono dan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi,
mengumumkan perubahan susunan menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.
Hasilnya, Kabinet Indonesia Bersatu II lebih gemuk dan
memiliki rantai birokrasi yang panjang dengan penambahan wakil menteri. Total, reshuffle kali ini, terdapat 7 menteri
baru, 4 menteri yang digeser, 11 wakil menteri, dan 2 wakil menteri yang
bergeser. Ditambah dengan 10 wakil menteri yang diangkat pada awal periode
kedua pemerintahannya, Yudhoyono kini mempunyai 19 wakil menteri (Kompas, 19/10/2011).
Apakah dengan perombakan tersebut, kinerja pemerintahan
Presiden SBY menjadi lebih baik di sisa pemerintahannya? Agaknya kita tidak
dapat terlalu berharap akan adanya perbaikan. Perombakan tersebut hanya
dijadikan usaha politik citra yang dijalankan SBY. Sang Presiden rupanya ingin
menunjukkan seakan-akan dia serius ingin memperbaiki pemerintahan sebelumnya.
Hal ini diperlihatkan dengan lamanya pemanggilan terhadap wakil menteri sejak
hari Kamis, pekan sebelum pengumuman, kepada publik yang menyedot perhatian
besar sejumlah media massa. Hingga Minggu, di kediaman Presiden di Puri Cikeas
Indah, pemanggilan masih berlangsung dan baru berakhir pada Selasa. Menteri
yang terakhir dipanggil adalah Rektor Universitas Cendrawasih Baltazar
Kambuaya.
Motif yang kedua adalah pembagian kekuasaan terhadap
partai politik mitra koalisi. Penambahan wakil menteri dari kalangan
profesional mengindikasikan Presiden Yudhoyono meragukan kapasitas menterinya.
Namun dia tidak leluasa untuk menunjuk menteri yang mumpuni sebab sudah terikat
dengan kontrak politik. Kontrak politik ini, antara lain, dibeberkan Wakil
Sekjen PKS Mahfudz Siddiq yaitu kontrak politik antara SBY dengan PKS.
Mahfudz menjelaskan, PKS memiliki tiga kontrak politik
yang dibahas dan disetujui langsung antara Ketua Majelis Syura Hilmi Aminuddin
dan Presiden. Kontrak politik pertama berisi dukungan PKS terhadap Yudhoyono
dan Boediono. Kedua, dukungan PKS sebagai koalisi dalam pemerintahan dan di
parlemen. Ketiga, berupa pembagian kekuasaan atau power sharing antara PKS dan Yudhoyono-Boediono.
Penggemukan
kabinet
Penambahan wakil menteri yang dimaksudkan untuk
meningkatkan kinerja kementerian, menurut Eep Saefulloh Fatah, hanya akan jadi
tambahan organ birokrasi. Manakala tak tersedia mekanisme dan hubungan yang
sehat dengan para menteri dan pejabat eselon 1 di sekitar menteri itu, wakil
menteri potensial jadi beban bagi kepemimpinan departemen/kementerian. Bagi
departemen/kementerian negara yang sehat, penambahan wakil menteri berpotensi
mengurangi kebugaran. Sementara di departemen/kementerian yang sudah tak bugar
bisa tercipta situasi sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pemerintahan kian
tambun dan diisi banyak pejabat baru yang jadi beban politik dan birokrasi
(serta finansial) baru (Kompas,
19/10/2011). Padahal, di negara-negara yang kementeriannya memiliki wakil
menteri, Amerika Serikat, misalnya, disebabkan jumlah departemen/kementerian di
sana tidak sampai 20. Setiap departemen/kementerian menangani banyak bidang
sehingga membutuhkan wakil menteri.
Menteri baru yang ditunjuk masih didominasi politikus;
menteri dari parpol berjumlah 18 orang, menteri dari profesional berjumlah 16
orang. Selainitu, penunjukan para menteri terkesan kental sikap cari aman
presiden dan kontroversial. Menteri Perdagangan yang baru, Gita wirdjawan,
dinilai tidak sesuai dengan misi penguatan kesejahteraan masyarakat. Meski
memiliki kompetensi bagus, Wirdjawan selama ini dinilai memberi karpet merah
bagi investor asing dan liberalisasi. Menteri Lingkungan Baltazar Kambuaya,
penunjukannya terkesan hanya perimbangan politik berupa representasi daerah.
Putra asli Papua ini dipertanyakan keberpihakannya terhadap lingkungan, sebab
latar belakangnya adalah sarjana ekonomi. Dikhawatirkan, background Rektor Uncen ini memengaruhi arah kebijakannya di
kementerian lingkungan.
Jero
Wacik dipertanyakan kompetensinya mengurus masalah energi dan sumber daya
mineral. Pengamat energi Pri Agung Rakhmanto menyatakan, penunjukan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral yang baru lebih mempertimbangkan kepentingan politik.
Kementerian itu secara politik dipandang strategis sehingga tetap harus
dipegang kader partai yang memerintah (Kompas,
19/10/2011). Seharusnya penunjukan Menteri ESDM diberikan kepada orang yang
benar-benar memiliki initegritas dan kapabilitas. Sebab, Kementerian ESDM bisa
menjadi tantangan yang paling berat dalam hal stabilitas ekonomi. Hal ini
karena kementerian tersebut bertanggung jawab atas kebijakan pemenuhan energi, subsisdi
BBM, subsidi listrik, dan pencapaian lifting
migas.
Rakyat
bosan disuguhkan drama Cikeas yang sebenarnya bukan pertama kali karena drama
sejenis telah lebih dulu ada pada saat pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II
di akhir Oktober 2009. Yang rakyat inginkan bukanlah penggantian menteri
dan/atau penambahan wakil menteri. Kita semua hanya menginginkan peningkatan
kinerja pemerintah di sisa tiga tahun masa pemerintahan SBY. Bahkan masa efektif
hanya dua tahun, sebab pada 2013 pemerintah sudah berfokus menjelang pemilihan
presiden baru. Kita harapkan, SBY bukan tidak menghasilkan dan meninggalkan
warisan sistemis penting apa-apa bagi Indonesia di masa pemerintahannya yang
dalam waktu lama.
Mahasiswa Paripurna
Oleh MUHAMMAD IZZAN MURSYIDAN
Di kalangan mahasiswa sekarang, terkenal
istilah kura-kura, kupu-kupu, dan kunang-kunang.
Istilah tersebut ada bukan tanpa
sebab. Istilah tersebut, dapat dikatakan, merupakan gambaran tipe mahasiswa
secara umum berdasarkan aktivitasnya di
kampus. Kura-kura–kuliah rapat kuliah rapat–ditujukan bagi para mahasiswa yang
sibuk berorganisasi. Kuliah rapat kuliah rapat menggambarkan, secara hiperbola,
aktivitas mereka mengikuti salah satu agenda wajib di setiap organisasi
mahasiswa: rapat. Banyak yang menegasikan mahasiswa seperti ini memiliki IPK di
bawah rata-rata, jarang pulang ke rumah, dan menomorduakan kuliah. Segi
positifnya, mahasiswa aktivis seperti ini biasanya memiliki pengalaman, link, dan softskill yang tidak
didapatkan di dalam kelas namun sangat berguna dalam menekuni dunia kerja.
Tipe
berikutnya: kupu-kupu–kuliah pulang kuliah pulang–adalah mahasiswa yang cenderung
menyegerakan pulang begitu mata kuliah selesai. Bagi tipe mahasiswa seperti
ini, kampus hanyalah tempat untuk menuntut ilmu dan mendapatkan IPK tinggi agar
cepat lulus dan bekerja. Mereka cenderung bersifat apatis terhadap lingkungan
sekitarnya dan jarang bergaul. Bahkan, sangat sulit menemuinya di luar jadwal
kuliah. Karena itu, selama empat tahun–lama masa perkuliahan umumnya–pergaulan
dan pertemanannya sangat sempit bila dibandingkan dengan mahasiswa aktivis yang
bertipe kura-kura.
Terakhir
adalah kunang-kunang–kuliah nangkring kuliah nangkring. Istilah ini ditujukan
bagi mahasiswa yang gemar berkumpul dan mengobrol bersama gengnya yang
cenderung hanya menghabiskan waktu sia-sia.
Mengobrol berbeda dengan diskusi. Saat diskusi, kita memilki suatu
permasalahan yang jelas dan dicari solusinya dengan tahapan yang sistematis.
Sedangkan mengobrol yang biasanya dilakukan mahasiswa tipe kunang-kunang adalah
pembicaraan yang tidak jelas juntrungannya dan berakhir tanpa hasil. Tipe
mahasiswa inilah yang paling merugikan sebab hanya menjadi “sampah peradaban”.
Berbeda dengan kedua tipe lainnya, mahasiswa kunang-kunang hanya menghabiskan
masa kuliahnya tanpa memiliki tujuan dan jati diri yang jelas. Mahasiswa yang
tidak memiliki orientasi selama kuliah sangat mudah terombang-ambing dan
cenderung menjalani kuliah sebagai formalitas.
Kuliah yang pertama,
organisasi yang utama
Menjalani
kuliah dengan tekun dan serius adalah salah satu bentuk tanggungjawab kita
terhadap orangtua, negara, dan agama. IPK memang penting sebab merupakan salah
satu aspek yang dipertimbangkan bagian personalia ketika menyeleksi karyawan.
Namun tentunya, tugas mahasiswa sebagai kaum elite intelektual bukan hanya
mendapat nilai tinggi dan lulus cepat, apalagi menghalalkan segala cara.
Sepatutnya, mahasiswa menggunakan waktunya selama kuliah sebagai “kawah
candradimuka” untuk meningkatkan kualitas diri sebagai mahasiswa yang paripurna.
Salah satu
media pembelajaran dan pengembangan yang ada di kampus adalah organisasi.
Begitu banyak pilihan organisasi di kampus, baik yang bergerak di bidang
keagamaan, jurnalistik, seni, olahraga, kesehatan, kajian maupun gabungan dari
beberapa bidang tersebut, yang dapat kita ikuti. Selain meningkatkan
pengalaman, mendapatkan teman dari berbagai fakultas–organisasi tingkat
universitas–, dan membuka wawasan baru, kita dapat mengembangkan potensi diri
yang selama ini belum ter-explore.
Dengan masuk ke organisasi pemerintahan, misalnya, kita dilatih untuk lebih
peka terhadap perubahan sekitar kita. Organisasi melatih kita bekerja di bawah
tekanan, bekerja sebagai sebuah tim (teamwork),
mengorganisasikan acara, mengartikulasi ide dan banyak lagi manfaat yang dapat
diambil.
Organisasi
begitu penting bagi mahasiswa, sebab setiap mahasiswa niscaya pernah berada di
titik jenuh dalam belajar. Saat itulah kita dapat memompa semangat kita dengan
aktif di organisasi. Mereka yang aktif di organisasi, cenderung lebih dewasa
sebab ditantang untuk menyelesaikan masalah yang lebih besar dibandingkan
mereka yang hanya menjalani kuliah tanpa berorganisasi.
Perkuliahan
dan organisasi sesungguhnya bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Dengan manajemen waktu yang baik,sekiranya mahasiswa dapat membagi urusan organisasi dan
tugas-tugas perkuliahan. Kelak setelah lulus, siap menjadi pribadi yang
memiliki integritas, wawasan, dan kemampuan–hardskill
dan softskill–untuk memasuki
dunia kerja.
Selasa, 15 November 2011
Antitesis Mahasiswa
Aku mahasiswa
Garda depan perubahan
Perjuangan mimpi-mimpi kerakyatan
Lentera untuk gelap krisis
Kurir perubahan
Aku mahasiswa
Pahlawan nyata harapan rakyat
Peneriak kejahatan penguasa
Pengawal kebijakan yang memberi hidup rakyat
Saudara kembar reformasi
Tapi itu antitesis
Tesisnya realita kekinian
Karena kini aku tak lagi berperan
Terbelenggu hedonisme dan konsumerisme
Menjadi boneka kapitalis
Berubah menjadi pragmatis
Aku…
Maha dari siswa
Aku…
Yang bercita menjadi Mahasiswa
Rawamangun 16/11/2011
Rabu, 09 November 2011
Makna SEA Games bagi Indonesia
SEA Games seolah angin segar di tengah krisis multidimensi yang melanda bangsa kita. Isu-isu politik, sosial, dan ekonomi setidaknya dapat kita lupakan sejenak untuk mendukung para atlet kita di SEA Games. Perbedaan-perbedaan–suku, agama, ras, dan antargolongan– ditiadakan. Atlet, pemerintah, dan masyarakat saling bersinergi mengharumkan nama Indonesia.
SEA Games juga meningkatkan pendapatan masyarakat lokal
terutama daerah yang digunakan untuk perhelatan SEA Games. Tentunya dengan
perhatian yang lebih dari pemerintah kepada usaha kecil menengah yang
mayoritas. Tanpa itu, sulit bagi mereka untuk mengembangkan usahanya. Selain
itu, SEA Games merupakan ajang promosi pariwisata Indonesia. Inilah momentum
yang tepat untuk memperkenalkan kekayaan budaya dan alam Indonesia kepada
masyarakat dunia.
Peluang para atlet Indonesia cukup terbuka bila melihat
sejarahnya di SEA Games sebelumnya. Terlebih, kini mereka berlaga di negeri
sendiri. Dukungan langsung dari seluruh lapisan masyarakat diharapkan mampu
meningkatkan penampilan mereka. Raihan medali tentunya dapat menjadi oase di
tengah konflik yang terus-menerus menyerang eksistensi bangsa i ni. Juga
menandakan kebangkitan beberapa cabang olahraga yang sedang “mati suri”.
Seluruh masyarakat menggantungkan harapan dan memberikan
dukungan kepada seluruh atlet. Baik itu materil maupun non-materil. Dengan
kemauan dan kerjasama berbagai elemen bangsa, kita harap SEA Games XXVI ini
sukses dalam hal penyelenggaraan maupun prestasi. Semoga.
Krisis
Peran Pemuda
Oleh
MUHAMMAD IZZAN[1]
Lain
pemuda dahulu, lain juga pemuda sekarang. Di zaman pra-kemerdekaan, pemudanya
berjuang keras bagaimana melepaskan diri dari cengkraman penjajah. Hingga pada
tanggal 28 Oktober 1928 mereka memproklamirkan sumpah pemuda sebagai
manifestasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia.
Peran
pemuda juga sangat besar dalam proses kemerdekaan. Dengan heroik orang muda menculik
Soekarno dan Hatta agar terlepas dari pengaruh Jepang. Mereka teguh memegang
idealisme mereka agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan meski bertentangan
dengan golongan tua yang menunda kemerdekaan. Indonesia memerdekakan dirinya
secara independen tanpa pemberian dari Jepang. Tanpa keberanian mereka, niscaya
para founding father negeri ini tak
akan memprakarsai kemerdekaan Indonesia secepat itu.
Selanjutnya
peran pemuda mengawal berlangsungnya pemerintahan. Generasi yang dikenal dengan angkatan 66 membuat Soekarno dengan
Demokrasi Terpimpinnya lengser keprabon.
Soe Hoek Gie dan teman-temannya menjadi lokomotif utama yang peduli terhadap
kezaliman penguasa terhadap rakyatnya.
Pada
tahun-tahun berikutnya peran pemuda semakin dinamis. Generasi 1974 melawan
kapitalisme, yang begitu massif, dan mengatasnamakan kebebasan akademik. Menggagas
gerakan yang dikenal dengan Malari (Malapetaka 15 Januari) yang disertai
pembakaran aset orang Jepang di Indonesia.
Empat
tahun berselang, angkatan 1978 memprotes kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus
(NKK) yang membelenggu idealisme politik mahasiswa. Angkatan 1980 membawa isu
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang santer di lingkaran Soeharto. Meruntuhkan
hegemoni Soeharto beserta kroco-kroconya selama puluhan tahun.
Degradasi peran pemuda
“Beri
Aku sepuluh pemuda, maka Aku akan mengguncang dunia.” Nyatanya pemuda Indonesia
dewasa ini bisa dikatakan tidak relevan lagi dengan pernyataan Bung Karno saat
itu. Negeri ini, pemudanya telah begitu larut dalam buaian hedonisme dan
konsumerisme yang begitu akut.
Seolah
mengulang sejarah tentang perjuangan pemuda sebelum kemerdekaan.
Neokolonialisme dengan beragam bentuknya telah mampu menghanyutkan pemuda yang
didaulat sebagai agen perubahan. Jangankan untuk memikirkan masalah bangsa dan
negara. Mereka malah asyik dengan kebutuhan-kebutuhan baru yang diciptakan kaum
kapitalisme.
Terjunnya
pemuda di ranah politik tidak berbeda dengan seniornya yang lebih tua.
Keberadaan mereka hanya sebagai pemanis. Di samping fakta: tingkat daya saing
yang rendah. Mereka masih berada di bawah bayang-bayang seniornya di partai.
Tak ada gebrakan-gebrakan khas pemuda untuk memperjuangkan hak-hak rakyat
layaknya pemuda sebelumnya.
Dampaknya,
peran pemuda di era kontemporer semakin mengempis di tengah menggembungnya
jumlah pemuda dalam demografi Indonesia. Rakyat tidak lagi mempunyai media yang
sejalan dengan kebutuhan mereka. Elit politik bebas sewenang-wenang seiring
kematian peran pemuda.
Degradasi
pemuda berarti juga degradasi peradaban suatu bangsa. Jika tak ada perubahan
bagi jiwa setiap orang muda, mau seperti apa bangsa kita?
Minggu, 30 Oktober 2011
"LKM Visit Library" dalam Feature
KUNJUNGAN PERPUSTAKAAN DI AKHIR PEKAN
Minggu, 30 Oktober 2011 | 2:45 WIB
“Sebelum memulai perjalanan,
hendaklah kita memanjatkan do’a agar kita selamat dalam perjalanan,” himbau
Ketua Lembaga Kajian Mahasiswa Uiversitas Negeri Jakarta Rianto kepada para anggota
LKM, Sabtu (29/10) siang.
Setelah itu bus
berangkat dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menuju Menteng, Jakarta Pusat.
Hari itu memang ada yang berbeda dari LKM. Ormawa, yang memiliki prinsip MEDIS
ini, mengagendakan kunjungan ke dua perpustakaan besar di Jakarta.
Bukan sekadar rekreasi,
namun menambah wawasan dan pengalaman yang menjadi landasan mereka. “Setelah
kunjungan ini selesai, kalian ditugaskan untuk membuat feature tentang
pengalaman kalian ke Perpustakaan Freedom dan Perpumda,” ungkap Rianto,
menyebutkan dua perpustakaan yang menjadi tujuan mereka.
Di perjalanan,
terpancar raut gembira dan antusiasme dari wajah para peserta. “Wah,
jarang-jarang, nih, kita bisa pergi bersama-sama seperti ini,” ujar Joko (18),
salah seorang peserta. Selama perjalanan, yang dipenuhi oborolan dan canda para
peserta, bus berkapasitas 25 orang itu tidak menemui hambatan yang berarti.
***
Tidak butuh waktu lama,
bus terparkir di depan Wisma Proklamasi–lokasi Perpustakaan Freedom–, Menteng,
Jakarta Pusat. Setelah mengisi dan menyerahkan formulir pembuatan kartu
anggota–berlaku untuk umum dan gratis–para peserta langsung menyusuri setiap
jengkal gedung perpustakaan yang berdiri di bawah naungan Freedom Institute
tersebut.
Perpustakaan Freedom,
yang juga memfasilitasi wireless internet, menyediakan banyak koleksi majalah,
buku, jurnal, dan koran yang mencakup bidang-bidang filsafat, agama, sosiologi,
politik, ekonomi, dan sastra, dalam
negeri maupun luar negeri. Terdapat juga sebuah ruang untuk diskusi, bedah
film, dan bedah buku yang saat itu sedang dipakai untuk pemutaran film.
Setelah shalat dzuhur
di mushola perpustakaan, rombongan bersiap-siap meninggalkan perpustakaan, yang
buka setiap hari, namun tutup pada hari libur nasional tersebut. Sembari
menanti peserta yang masih bersiap, peserta lain tidak menyia-nyiakan waktu
untuk mengabadikan diri mereka.
“Ayo, kumpul untuk
foto-foto dulu!” seru Riyanto sembari memegang kamera. “Okeee!” koor peserta
yang lain. Beberapa titik pun segera menjadi sasaran hasrat fotografi para
peserta yang kebanyakan masih berusia 18-20 tahun.
***
“LKM’ers”–sebutan untuk
para anggota LKM–sudah tak sabar
memperkaya wawasan mereka di “samudera ilmu” yang menjadi tujuan
selanjutnya, yaitu perpustakaan umum daerah (Perpumda) Provinsi DKI Jakarta.
Setelah menghabiskan makan
di kantin sebelah gedung Perpumda dan memulihkan tenaga. Rombongan bergegas
mengarungi “samudera ilmu” yang terletak di lantai tujuh dan delapan Gedung Nyi
Ageng Serang, Jakarta.
Di perpustakaan milik
pemerintah ini, sama seperti sebelumnya, setiap peserta antusias untuk
mendaftar sebagai anggota. Namun, sebagian peserta harus kecele karena tidak
mempunyai kartu tanda penduduk (KTP) Provinsi DKI Jakarta, yang menjadi
persyaratan.
“Memangnya tidak bisa
Bu, jika menggunakan kartu tanda mahasiswa (KTM) UNJ?” tanya Desi (19), salah
satu peserta, kepada petugas administrasi Perpumda.
Lain lagi Rizky (18),
salah satu peserta yang memiliki KTP DKI Jakarta. “Waduh, saya lupa memfotokopi
KTP saya tadi,” alhasil, ia belum bisa menjadi anggota Perpumda.
Cukup banyak pemustaka
perpustakaan dengan koleksi 41.731 judul buku dan 105.405 eksemplar, siang itu.
Total pengunjung pada bulan Juni 2011 saja, berjumlah 5.835; 1.991 anak-anak
dan 3.844 remaja/dewasa. Mayoritas yang berkunjung adalah mahasiswa S-1 yang
mencari referensi untuk kuliahnya.
“Panas, nih, hawanya.
Biasanya ruangan ini dingin oleh pendingin ruangan,” kata Luthfi (21), salah
seorang peserta yang kerap mencari referensi di Perpumda. Pendingin ruangan di
Perpumda memang sedang dimatikan sebab sedang ada pekerjaan.
“Sedang ada penambahan
lemari dan meja untuk mengantisipasi penambahan buku setiap tahunnya,” ujar
seorang pekerja yang tidak diketahui namanya.
“Proses pengerjaan
telah dilakukan dari hari Kamis (27/10),” tambahnya.
Meskipun begitu,
keseriusan dan antusiasme setiap peserta tidak berkurang sedikitpun.
Perpustakaan yang
terletak di sebelah GOR Soemantri Boedjonegoro ini terdiri dari dua lantai.
Lantai delapan untuk referensi, seperti koran, jurnal, majalah, dan kamus.
Sedangkan lantai tujuh, selain perpustakaan, terdapat layanan anak-anak dengan
televisi, komputer untuk bermain game virtual, serta rak-rak komik dan
buku-buku dongeng anak yang dipenuhi anak-anak.
“Banyak buku cerita dan
dongeng bergambar yang menarik. Selain itu, petugasnya juga baik-baik,” kata
Ema (14), pelajar SMP, yang datang ke ruang layanan anak-anak bersama salah
satu temannya.
Tidak hanya membaca,
para peserta juga memanfaatkan fasilitas wireless internet yang ada. Bahkan, beberapa
peserta mencoba melepas lelah dengan tidur di atas karpet ruangan atau sofa
yang disediakan di lantai tujuh.
Kira-kira pukul 17.00,
rombongan kembali ke kampus tercinta menggunakan bus yang sama. Bersiap memulai
aktivitas kampus yang sedang “musim” ujian. Tentunya, dengan wawasan dan ilmu
yang bertambah. Semua yang dikorbankan sepadan dengan hasil yang mereka
dapatkan. (MIM)
Langganan:
Postingan (Atom)