"Sebab menulis adalah peristiwa menyejarah"- @mizzanmrsydn

Minggu, 11 Agustus 2013

Resensi Buku

Menghadirkan (kembali) Tuhan dalam Kehidupan

Judul : Tuhan yang Kesepian
Penulis : Tasirun Sulaiman
Penerbit : Bunyan
Tahun Terbit : 2013
Tebal : xii + 204 Halaman

ISBN : 978-602-7888-08-1    

Bagi beberapa kalangan, ihwal agama dan Tuhan adalah tabu: sesuatu yang jauh dari perdebatan dan diskusi tentang-Nya. Konsep ketuhanan bagai virus yang membuat alergi dari pertanyaan tentang Tuhan dan agama. Namun kredo tersebut mampu disanggah oleh Tasirun Sulaiman –penulis buku ini.
Sebuah pohon akan selalu diterjang oleh angin kencang, bahkan hujan dan badai yang dapat membuatnya goyah hingga tumbang berdebam ke tanah. Hanya akar yang kuatlah dapat menahannya dari segala aral rintangan. Akar-akar yang kuat menghunjam begitu dalam ke bumi sehingga menjadi pegangan kokoh bagi pohon keimanan. Mengalirkan kearifan dari akar-akarnya yang luas menjalar bagi diri dengan pohon keimanan yang sehat.
Dengan demikian, mempertanyakan kembali konsep ketuhanan dan makna dari setiap ibadah kita bukan hanya untuk menyelami hakikat esensial penghambaan kita pada Tuhan. Namun juga menumbuhkan akar keimanan yang dalam dan luas terhadap Dia Yang Mahaesa. Buku ini dengan membawa perspektif pengarangnya, yang mungkin saja berbeda pada tiap orang, mengajak pembacanya kembali ke substansi keberadaan seseorang di bumi ini. Mengajak kita sejenak keluar dari rutinitas yang kadang membuat kita melupakan isi dan membanggakan kulit. Sembari mengajak kita menenggang perbedaan yang ada: antargolongan, antaragama, antarmazhab.
Buku ini terbagi menjadi lima bagian; Agama dan Cinta Kasih Tuhan, Agama dan Kemanusiaan Universal, Agama dan Kehidupan Politik, Agama dan Kesucian Jiwa, Agama dan Kemasyarakatan;  yang kesemuanya masih dalam satu tubuh: ditarik dari perspektif agama. Dengan sisipan peritiwa sejarah yang mendukung opininya, sang penulis mencoba menghembuskan angin kesejukan dari pohon yang rindang bernama agama. Mengoreksi beberapa kesalahan dalam menafsir ayat-ayat-Nya: sebuah fenomena yang kian sering menggejala dalam keseharian kita.
Namun terdapat beberapa catatan seperti sumber sumber rujukan sejarah yang tanpa keterangan cukup. Sebab beberapa catatan yang dibeberkan memiliki sebagian perbedaan dengan sumber rujukan lain pada unsur pendukung cerita. Terlebih di bagian akhir buku tidak terdapat halaman daftar pustaka yang sebenarnya dapat menjadi perluasan dari wacana dalam buku ini. Mungkin di satu sisi, ini menunjukan kedalaman dan kefasihan sang pengarang pada apa yang ditulisnya.
Pada akhirnya kita tetap patut berterimakasih karena telah menambah satu lagi buku yang dapat membuka pintu dan mengajukan pertanyaan untuk sebuah dialog. Akan selalu ada keberagaman dalam memaknai medan tafsir yang begitu luas terhadap ayat-ayat-Nya. Oleh karena itu, bijaklah dalam setiap pengamalannya di kehidupan. (MIM)