Menghadirkan
(kembali) Tuhan dalam Kehidupan
Judul : Tuhan yang Kesepian
Penulis : Tasirun Sulaiman
Penerbit : Bunyan
Tahun Terbit : 2013
Tebal : xii + 204 Halaman
ISBN : 978-602-7888-08-1
Bagi beberapa
kalangan, ihwal agama dan Tuhan adalah tabu: sesuatu yang jauh dari perdebatan
dan diskusi tentang-Nya. Konsep ketuhanan bagai virus yang membuat alergi dari
pertanyaan tentang Tuhan dan agama. Namun kredo tersebut mampu disanggah oleh Tasirun
Sulaiman –penulis buku ini.
Sebuah pohon akan selalu diterjang oleh angin kencang, bahkan hujan
dan badai yang dapat membuatnya goyah hingga tumbang berdebam ke tanah. Hanya
akar yang kuatlah dapat menahannya dari segala aral rintangan. Akar-akar yang
kuat menghunjam begitu dalam ke bumi sehingga menjadi pegangan kokoh bagi pohon
keimanan. Mengalirkan kearifan dari akar-akarnya yang luas menjalar bagi diri
dengan pohon keimanan yang sehat.
Dengan demikian, mempertanyakan kembali konsep ketuhanan dan makna
dari setiap ibadah kita bukan hanya untuk menyelami hakikat esensial
penghambaan kita pada Tuhan. Namun juga menumbuhkan akar keimanan yang dalam
dan luas terhadap Dia Yang Mahaesa. Buku ini dengan membawa perspektif
pengarangnya, yang mungkin saja berbeda pada tiap orang, mengajak pembacanya
kembali ke substansi keberadaan seseorang di bumi ini. Mengajak kita sejenak
keluar dari rutinitas yang kadang membuat kita melupakan isi dan membanggakan
kulit. Sembari mengajak kita menenggang perbedaan yang ada: antargolongan,
antaragama, antarmazhab.
Buku ini terbagi menjadi lima bagian; Agama dan Cinta Kasih Tuhan,
Agama dan Kemanusiaan Universal, Agama dan Kehidupan Politik, Agama dan
Kesucian Jiwa, Agama dan Kemasyarakatan;
yang kesemuanya masih dalam satu tubuh: ditarik dari perspektif agama.
Dengan sisipan peritiwa sejarah yang mendukung opininya, sang penulis mencoba menghembuskan
angin kesejukan dari pohon yang rindang bernama agama. Mengoreksi beberapa
kesalahan dalam menafsir ayat-ayat-Nya: sebuah fenomena yang kian sering
menggejala dalam keseharian kita.
Namun terdapat beberapa catatan seperti sumber sumber rujukan
sejarah yang tanpa keterangan cukup. Sebab beberapa catatan yang dibeberkan
memiliki sebagian perbedaan dengan sumber rujukan lain pada unsur pendukung
cerita. Terlebih di bagian akhir buku tidak terdapat halaman daftar pustaka
yang sebenarnya dapat menjadi perluasan dari wacana dalam buku ini. Mungkin di
satu sisi, ini menunjukan kedalaman dan kefasihan sang pengarang pada apa yang
ditulisnya.
Pada akhirnya kita tetap patut berterimakasih karena telah menambah
satu lagi buku yang dapat membuka pintu dan mengajukan pertanyaan untuk sebuah
dialog. Akan selalu ada keberagaman dalam memaknai medan tafsir yang begitu
luas terhadap ayat-ayat-Nya. Oleh karena itu, bijaklah dalam setiap pengamalannya
di kehidupan. (MIM)