"Sebab menulis adalah peristiwa menyejarah"- @mizzanmrsydn

Selasa, 29 April 2014

Esai

Pendidikan: Modal Utama bagi Bangsa dan Masyarakat[1]
Oleh: Muhammad Izzan Mursyidan

Di usianya yang sudah 69 tahun, Indonesia masih memiliki banyak permasalahan di berbagai dimensi dan tingkatan. Kriminalitas yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari para warganya selalu menghiasi koran dan media pemberitaan lainnya. Adapun mereka yang bekerja masih banyak yang memperoleh upah rendah dengan kondisi kerja yang buruk. Kondisi kerja yang buruk mencakup jumlah jam kerja di atas rata-rata dan standar keamanan kerja yang kerap diabaikan. Upah rendah tersebut sering tak dapat dihindari karena pabriklah yang mempunyai bargaining position yang lebih tinggi dibandingkan karyawan. Apabila karyawan bersangkutan tidak menerimanya, perusahaan dapat mencari calon karyawan lain yang bersedia diupah rendah. Hal ini paralel dengan sistem outsourcing yang cenderung hanya memandang karyawan sebagai komoditas ekonomi.  Sebagaimana tren pada perusahaan multinasional yang membangun pabrik di negara berkembang untuk memperoleh tenaga kerja yang diupah murah.
Akhirnya dengan upah yang rendah dan waktu yang telah habis untuk bekerja di pabrik, mereka tidak mampu menabung untuk mengembangkan usaha sendiri ataupun berinvesatasi di bidang lainnya sebagai bekal hidup mereka kelak. Akibatnya, banyak buruh tak mampu bangkit dari situasi ekonomi yang menjerat mereka. Kemiskinan yang melekat menjadi warisan tunggal bagi keturunan mereka hingga terus menurun entah hingga generasi keberapa melintasi anak, cucu, buyut, dan seterusnya. Selain itu, faktanya keluarga dengan tingkat ekonomi rendah cenderung mengonsumsi makanan harian dengan tingkat gizi yang rendah. Tingkat kekurangan gizi di indonesia saat ini masih sangat tinggi. Hal tersebut diperparah dengan minimnya pengetahuan dan kesadaran akan gizi yang mereka miliki. Akibatnya, gizi rendah dan tuntutan kerja yang berat terakumulasi menghasilkan tingkat kualitas hidup yang rendah. Laporan UNICEF pada tahun 2012 menyebutkan  bahwa di Indonesia, 1 dari 23 anak meninggal sebelum usia 5 tahun dan 1 dari 3 anak balita terhambat pertumbuhannya.
Seringkali masalah kemiskinan, kriminalitas, dan harapan hidup yang rendah yang menjadi masalah di hampir seluruh negara berkembang, tidak cukup diselesaikan secara parsial. Fenomena patologi sosial yang muncul seolah merupakan rangkaian panjang dari buruknya kesadaran kritis masyarakat suatu bangsa. Upah yang rendah disebabkan kompetensi sesorang yang minim sehingga harus mengkuti setiap peraturan yang ditetapkan perusahaan dalam hal jam kerja dan upah. Kekurangan gizi juga kerap disebabkan wawasan yang minim akan pola hidup bersih dan sehat. Padahal makanan sehat tak melulu harus mewah dan mahal. Sebab dalam penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan, ditemukan fenomena penyimpangan positif yang terjadi di keluarga dengan ekonomi rendah namun memiliki asupan gizi yang cukup bahkan relatif baik. Hal tersebut karena pemahaman mereka terhadap pola hidup sehat dan kesadaran gizi yang baik.

Menjadi bangsa yang besar melalui pendidikan

Satu cara solutif untuk memulai kerja besar dalam menyelesaikan masalah-masalah bangsa adalah melalui jalan pendidikan. Banyak contoh yang bisa kita lihat ihwal pembangunan sebuah bangsa melalui pendidikan ini. Jepang yang kini memegang peran strategis dalam konstelasi ekonomi dunia bisa menjadi contohnya. Sejarah mencatat kehancuran yang masif pascapengeboman kota Hiroshima-Nagasaki oleh pasukan udara Amerika Serikat pada 1945. Sebuah diorama pertunjukan kekejaman dalam catatan sejarah yang diklaim AS sebagai pembalasan atas serangan Jepang sebelumnya. Dampak pemboman ini membuat hampir lebih dari 200 ribu jiwa penduduk Jepang tewas dan menghancurkan segala sarana dan prasarana Jepang saat itu. Bom tersebut sungguh menghancurkan, bukan hanya fisik, namun juga harapan seluruh penduduk Jepang dengan angan-angannya sebagai bangsa superior: Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, Nippon pemimpin Asia.
Namun kita lihat saat ini Jepang merupakan sebuah bangsa yang digdaya dalam banyak bidang. Produk elektronik buatan Jepang mudah ditemui di Indonesia, bahkan produk kebudayaan mereka seperti manga, anime, dan fashion harajuku telah lama menginvasi nilai-nilai bangsa Indonesia dengan budaya lokalnya. Tentu tidak mudah memperbaiki kerusakan pascaperang dunia bahkan untuk membangun kehidupan seperti semula. Bermodalkan kearifan lokal seperti semangat pantang menyerah seorang samurai dan prinsip kerja keras bushido-nya, Jepang mampu bangkit dan mematahkan prediksi  banyak orang yang mengatakan bahwa Jepang akan menjadi negara tertinggal. Apa pasal? Satu dan sebab utama yang mampu membuat Jepang bangkit ialah pembangunan kembali bangunan pendidikannya. Bahkan sang kaisar negeri matahari saat itu mengumpulkan pengajar yang maih tersisa dan melakukan penerjemahan teks-teks keilmuan barat ke dalam bahasa setempat agar transfer of knowledge di Jepang dapat berjalan masif dan cepat.
Jepang bukan satu-satunya negara Asia yang berhasil mengonversi pembangunan pendidikannya menjadi kemajuan di berbagai bidang. Cina dan India saat ini malah mulai menyaingi Jepang dalam banyak hal. Cina dengan kemajuan teknologi dan modal kapital manusianya bangkit menjadi negara baru yang paling berpengaruh dalam konstelasi politik modern. Sedangkan India, meski memiliki kantung-kantung kemiskinan, namun kini dapat mencapai kemajuan pesat di bidang teknologi. Salah satu daerah di India bernama Bangalore dinilai sebagai salah satu pusat high technology yang sedang booming setelah pada 2006, diperkirakan bahwa 35.000 eks patriat India, kebanyakan dari Amerika, pulang dan menetap di sana. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh program pemerintah kedua negara yang secara serius mempersiapkan dan mengirim putra-putri terbaik mereka untuk belajar di universitas-unversitas terbaik di Amerika Serikat. India adalah negara terdepan dalam soal pengiriman mahasiswanya belajar ke AS, dengan 76.503 mahasiswa di tahun 2005-2006, diikuti China (62.582), Korea (58.847), dan Jepang (38.712). Banyak dari masyarakat India yang kini menempati posisi strategis baik di perusahaan maupun institusi pendidikan di Amerika Serikat.
Dalam pidatonya di World Leader Forum yang diselenggarakan Columbia University, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon mengatakan pendidikan sebagai salah satu prioritas utamanya dalam program Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Ban Ki Moon mengatakan bahwa dengan education, maka akan tercipta empowerment dan employment. Sehingga pengangguran akan berkurang dan perekonomian duina bisa tumbuh stabil. Sebagaimana yang ditunjukkan oleh Korea Selatan yang sukses membangun negaranya melalui pendidikan. Dalam banyak bidang, Korsel mulai menyaingi dan bahkan melampaui Jepang  yang lebih dulu digdaya dalam bidang ekonomi. Melalui pendidikan pula, salah satu warga negara Korsel: Ban Ki Moon,  diakui dunia untuk memegang posisi sebagai sekretaris jenderal PBB hingga dua periode. Di Indonesia sendiri, mudah ditemui produk elektronik buatan perusahaan asal negeri ginseng tersebut: sebuah bukti kemajuan perekonomian Korea Selatan.
Jelaslah bahwa bagi sebuah bangsa, pendidikan membuat masyarakatnya beradab dan mampu melangkah ke taraf kehidupan yang lebih tinggi dibandingkan bangsa dengan pendidikan tertinggal. Untuk dapat menjadi bangsa yang berhasil dalam bidang pendidikan, tentu masyarakat yang menjadi komponen pembentuknya harus terlebih dahulu mendukung hal tersebut. Dari Indonesia sendiri, tidak sedikit tokoh terkenal yang mampu mengubah kehidupannya melalui katalisator bernama pendidikan.

Belajar dari Tan Malaka dan Chairul Tanjung

http://3.bp.blogspot.com/

Sejarah kita pernah mencatat Tan Malaka sebagai seorang revolusioner dengan beragam gagasan dan pemikiran yang jauh melampaui masanya dan bahkan masih ada sampai sekarang. Anak zaman yang disebut sebagai ‘seorang yang pandai dalam revolusi’ oleh Soekarno ini menyelesaikan sekolah keguruannya di Fort de Kock (Bukittinggi) pada 1913. Salah satu gurunya di sekolah raja Kweekschool  yaitu G.N. Horensma menilai Tan memiliki kelebihan seperti kecerdasan analisis, sopan, disiplin, kreatif, aktif, pandai bergaul, dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Oleh Horensma, ia direkomendasikan kepada direktur Van der Ley untuk bersekolah di Rijksweekscoohl (Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah) Haarlem Belanda. Di sanalah ia beroleh banyak gagasan melalui teks-teks asing yang semakin memperkaya khazanah kelimuan dan kesadaran kritisnya, khususnya mengenai situasi bangsanya yang masih tertindas oleh penjajah.
Ia tidak menyia-nyiakan kesempatan pendidikan di luar negeri dan menyerap segala ilmu yang ada pada berbagai literatur selama di Belanda. Setelah itu ia mengeluarkan gagasannya sendiri pada berbagai bidang pengetahuan. Dalam hal tata negara, buku Naar de Republiek-Indonesia (Menuju Republik Indonesia) yang ditulisnya di Kanton Cina pada 1924 menjadikannya sebagai orang yang pertama kali mencetuskan ide Republik Indonesia. Gagasan mengenai Republik Indonesia tersebut dicetuskan Tan Malaka sebelum konsep serupa yang disampaikan Soekarno dalam Menuju Indonesia Merdeka pada 1933 dan Hatta pada karyanya Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) pada 1998. Dalam hal kemiliteran dan politik, gagasannya tertuang dalam buku Massa Actie (Masa Aksi). Ia juga menulis buku filsafat dan ideologi berjudul Madilog, sebuah pencapaian keilmuan yang sampai saat ini sulit diulang oleh anak bangsa lainnya. Selain itu masih banyak lagi buku yang ditulis maupun terinspirasi oleh sosoknya.
Karena buku-buku dan gagasannya yang dilarang oleh pihak penjajah, selama masa perjuangannya ia harus kabur dari kejaran polisi internasional dan menempuh kurang lebih 89 ribu kilometer, 2 benua dan 11 negara mencakup Pandan Gadang (Suliki), Bukittinggi, Batavia, Yogyakarta, Surabaya, Amsterdam, Berlin, Moskow, Amoy, Shanghai, Kanton, Manila, Saigon, Bangkok, Hongkong, Sigapura, Rangon, dan Penang. Dalam hidupnya ia begitu gigih memperjuangkan kemerdekaan Indoenesia melalui caranya sendiri hingga sempat 13 kali di penjara. Terlepas dari akhir yang mengenaskan karena tertembak oleh bangsanya sendiri, Tan Malaka telah memberi contoh bagaimana pendidikan dapat menjadi investasi tak ternilai dan modal awal dari sebuah perubahan sebesar apapun.
Keberhasilan berkat pendidikan namun dalam konteks yang berbeda juga dapat kita temui di masa sekarang pada sosok Chairul Tanjung. Pemilik CT Corp (Chairul Tanjung Corpora) ini besar di kawasan Gang Abu pada tahun tujuh puluhan, salah satu daerah terkumuh Jakarta saat itu. Semua rumah di penjuru kampung tersebut merupakan rumah petak kecil beratap pendek, dinding tambal sulam menggunakan beragam bahan seadanya. Kemiskinan yang ia hirup sejak kecil menjadi semangatnya untuk bersungguh-sungguh dalam menempuh setiap jenjang pendidikan. Setelah lulus dari SMAN 1 Boedi Oetomo, ia berhasil diterima di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia (UI) melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi (UMPTN) di tahun 1981.
http://fokus.news.viva.co.id/
Salah satu momen yang menunjukkan kekurangan ekonomi keluarganya adalah pada saat sang ibu harus menggadaikan kain halusnya yang amat berharga untuk membiayai kuliah Chairul. Hal tersebut membuat Chairul termotivasi untuk meraih banyak hal selama di FKG UI. Pada awal masuk, ia diangkat menjadi ketua mahasiswa FKG, berlanjut menjadi ketua angkatan yang sekaligus menjabat Ketua Ex-Officio Dewan Mahasiswa UI. Keaktivannya dalam berbagai kegiatan mahasiswa memperluas jaringan dan pergaulannya selama di kampus. Jaringan yang luas dan kedekatan dengan berbagai birokrasi di kampus menjadi faktor yang memudahkannya untuk menjadi wirausahawan selama berstatus mahasiswa. Mulai dari bisnis fotokopi hingga berjualan alat kedokteran, ia jalani demi keberlangsungan kuliahnya. Namun semua kesibukan tersebut rupanya tak membuat Chairul melupakan aspek akademik yang menjadi tujuan utamanya di kampus.  Terbukti, ia pernah terpilih sebagai mahasiswa teladan tingkat nasional.
Meski tak paralel dengan gelarnya dokternya (Chairul memilih UI atas dasar biaya pendidikan yang relatif lebih murah dibandingkan perguruan swasta), usai lulus dari UI ia melanjutkan aktvitas kewirausahaannya yang telah ia rintis sejak mahasiswa. Setelah melalui banyak usaha yang tak selalu berhasil, akhirnya ia mendirikan PT berupa pabrik sandal pada tahun 1987. Hingga 2012, perusahaan miliknya telah memiliki tiga perusahaan subholding, yaitu Mega Corp, Trans Corp, dan CT Global Resources. CT Corp juga memiliki dua stasiun televisi (Trans TV dan Trans 7) , portal berita Detik, serta perusahaan ritel Carrefour. Selain itu, ada juga perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman, hotel, perkebunan, dan biro perjalanan. Bisnisnya yang telah menggurita sekarang tentu tidak terlepas dari modal pendidikan yang ia miliki sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Keberhasilannya dalam bidang wirausaha menunjukkan mobilitas ekonomi dan sosial horizontal naik karena ia berhasil memperoleh, bukan hanya ilmu, namun juga jaringan, kepercayaan, dan keahlian selama menempuh pendidikan yang ia peroleh di sekolah formal.
Masih banyak lagi empiris yang menunjukkan keberhasilan seseorang dalam menjadikan pendidikan sebagai media transformasi dalam dimensi sosial dan ekonomi mereka. Contoh lainnya adalah cerita dalam Novel yang telah difilmkan berjudul Laskar Pelangi. Novel berdasarkan kisah nyata penulisnya Andrea Hirata tersebut adalah bukti tak terbantahkan bahwa pendidikan merupakan investasi terbaik bagi setiap orang di setiap zaman. Pendidikan menjadi katalisator yang efektif juga disebabkan karena setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk pintar tanpa membeda-bedakan warna kulit, bahasa, dan agama. Di Surya Institute, beberapa pelajar dari sekolah-sekolah di Papua dilatih dan dibina melalui program yang intensif, khususnya di bidang matematika dan fisika. Hasilnya mencengangkan sebab para pelajar, yang sebagian besar merupakan siswa dengan peringkat terenda di sekolah mereka di Papua, berhasil meraih juara pada kompetisi bergengsi tingkat nasional dan internasional.
Ilmu tidak seperti kekayaan lainnya yang habis bila dibagi kepada orang lain. Sifat pendidikan yang dapat digandakan dan dibagi tanpa terbatas secara material inilah yang membuat pendidikan semakin tepat untuk dijadikan prioritas dalam berinvestasi. Bayangkan bila dari setiap desa di Indonesia memiliki satu orang terdidik maka masing-masing orang tersebut  akan mengajar di desanya dan mengembangkan segala potensi yang terdapat pada sumber daya di desa tersebut. Satu orang pintar itu dapat, katakanlah mengajar banyak orang, namun hanya membuat lima orang yang benar-benar sukses. Kelima orang ini akan kembali mengajar dan menyebarkan ilmunya bagi orang-orang di sekitarnya sehingga orang yang terdidik akan lebih banyak. Bagaikan sebuah diagram pohon, satu orang dapat mendidik secara berhasil, misal, lima orang pintar. Lalu lima orang tersebut dapat menghasilkan total dua puluh lima orang berikutnya. Proses tersebut terus berlangsung hingga semakin banyak orang yang terdidik dan mampu mengangkat situasi sosial dan ekonomi banyak orang. Maka secara otomatis, populasi di desa tersebut akan menjadi terdidik. Apabila skema ini dapat berjalan secara serantak di berbagai desa dan wilayah setingkatnya, maka pada akhirnya akan terakumulasi dan menciptakan bangsa yang unggul dalam bebagai bidang seperti yang diungkapkan Soekarno dalam konsep Tri Saktinya: berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan bermartabat secara kebudayaan.
Oleh sebab itu, program pembangunan bangsa melalui proses pendidkan harus dilaksanakan secara masif dan sistematis. Hal tersebut mensyaratkan mutu pendidikan yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Kualitas berarti mutu para pengajar dan buku-buku yang tersedia bagi peserta didik, sedangkan kuantitas adalah jumlah wilayah yang  terangkul program pendidikan. Hal ini mulai dirintis oleh pemerintah dalam program SM3T ( Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertingggal). Bahkan program serupa juga telah dirintis oleh masyarakat sipil yang memiliki kesadaran intelektual tinggi kepada sesamanya. Program Indonesia Mengajar yang diinisiasi oleh Anies Baswedan memberikan kesempatan bagi pemuda-pemudi terbaik tanah air untuk mengajar dan menginspirasi generasi muda di pelosok negeri. Mereka membagikan semangat dan sebagian visi mereka melalui interaksi langsung dengan peserta didik mereka di daerah.
Tepatlah apabila pendidikan dikatakan sebagai investasi terbaik bagi setiap orang yang mau melakukan transformasi dalam berbagai dimensi ke arah yang lebih baik, terutama secara sosial dan ekonomi. Bahkan dalam konteks yang lebih luas yaitu bagi sebuah negara-bangsa, pendidikan mampu memberikan kemajuan pada peradabannya apabila diprogram secara tepat dan sistematis dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Porgram tersebut juga harus dirancang dengan memperhatikan unsur budaya dan nilai-nilai yang telah ada yang tentunya berbeda-beda pada tiap negara. Hal tersebut telah dibuktikan oleh beberapa negara yang kini bangkit menjadi raksasa ekonomi dunia berkat pendidikan yang menjadi prioritas utama mereka seperti Cina, India, dan Korea Selatan. Dalam lingkup persobal, telah banyak tokoh-tokoh yang berhasil memperbaiki kehidupannya berkat pendidikan. Sebab dari pendidikanlah, banyak hal di dunia ini bermula.

Sumber Pustaka:
Mahbubani, Kishore (ed.). 2011. Asia hemisfer Baru Dunia: Pergerseran Kekuatan Global ke Timur yang Tak Terelakkan. (Terj.) Th. Bambang Murtianto. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Syaifudin. 2012. Tan Malaka: Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Rifa’i, Muhammad. 2011. Sejarah Pendidikan Nasional: Dari Masa Klasik hingga Modern. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Diredja, T. Gunawan. 2012. Chairul Tanjung si Anak Singkong. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Tim Kreatif LKM UNJ. 2011. Restorasi Pendidikan Indonesia: Menuju Masyarakat Terdidik Berbasis Budaya. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media




[1] Essai ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk menjadi pengajar Volunteerism Teaching Indonesian Children 2014

2 komentar:

  1. assalamualaikum zan... dewan udh follow blog izan, main2 dan follow blog dewan jg ya zan www.dpowerofchange.blogspot.com

    BalasHapus