"Sebab menulis adalah peristiwa menyejarah"- @mizzanmrsydn

Senin, 11 Juni 2012


Menebar Virus Jurnalisme Warga (Citizen Journalism); Mari Berbagi Berita

Aktivitas manusia berderap semakin cepat di era kemajuan teknologi informasi sekarang ini. Seseorang yang berada di suatu benua membutuhkan informasi dari benua lainnya. Manusia semakin membutuhkan informasi dari berbagai peristiwa yang terjadi setiap detiknya agar tidak ketinggalan informasi.
  Hal inilah yang mencuatkan citizen journalism (jurnalisme warga) di samping berita utama media konvensional. Dengan keberadaan media sosial–blog, facebook, twitter, dan jejaring sosial lainnya– siapapun dapat melemparkan wacana. Kuasa informasi, meminjam pemikirannya Michel Foucault, tidak lagi terpusat, melainkan tersebar. Tidak hanya  media besar, namun masyarakat biasa juga diminta untuk menulis berita.

Dari peristiwa Koboi Palmerah hingga kasus Korupsi yang melibatkan 16 universitas negeri di tanah air, dapat disebarkan lewat jurnalisme warga. Namun menjadi pegiat jurnalisme warga tentu bukan sembarangan menulis berita. Tetap ada standar tertentu yang harus dicapai dalam sebuah pemberitaan. Berikut beberapa panduan menulis berita bagi anda yang berniat untuk menekuni citizen journalism.

            Definisi berita


Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi kemudian disajikan lewat bentuk suara, teks atau gambar. Berita harus berupa peristiwa atau hal yang dianggap penting. Oleh karena itu berita berpengaruh pada kehidupan khalayak banyak.
Penting tidaknya sebuah berita juga ditentukan oleh siapa yang akan melihat, membaca, atau mendengarnya. Berita korupsi pejabat di Jakarta belum tentu dianggap penting oleh peternak sapi di Kalimantan, berita pernikahan artis belum tentu menarik bagi tukang sapu di jalan raya, pun berita peresmian jembatan di Surabaya belum tentu dianggap penting oleh mahasiswa Ibukota.


Siapa itu jurnalis ?

Jurnalis adalah seseorang yang secara teratur menuliskan laporan berita dan tulisan yang dikirimkan/dimuat di media massa. Laporan ini lalu dapat dipublikasi melalui media massa: koran, televisi, radio, majalah, film dokumentasi, dan yang paling mudah melalui internet.      
Tanpa memandang jenis media, istilah jurnalis membawa konotasi atau harapan profesionalitas dalam membuat laporan yang mempertimbangkan kebenaran dan etika. Jurnalis bukan hanya reporter yang hanya mengumpulkan infomasi dan menciptakan laporan atau cerita. Namun juga dapat mencakup kolumnis, penulis utama, perancang editorial, bahkan fotografer dan videografer.


Dasar-dasar Pelaporan dalam Sebuah Pemberitaan

            Anda mungkin telah mengenal pakem 5W + 1H dalam tubuh sebuah berita: apa, siapa, kapan, dimana, kenapa, dan bagaimana. Sebenarnya di era jurnalisme sekarang ini juga dikenal SW (so what), merujuk pada tujuan sang penulis dalam memaparkan berita. Namun aspek yang terpenting adalah enam hal berikut ini:

1.       Apa
Peristiwa apa yang akan dikabarkan?  Bencana alam, pertandingan sepak bola, konser musik, pemilu, merupakan peristiwa yang dapat diberitakan. Topik atau kejadian yang akan kita ambil menjadi sangat penting untuk memberikan batasan pemberitaan agar tetap fokus pada satu kejadian.
2.       Siapa
Tanyakan nama,usia, pekerjaan, dan hal lainnya. Beberapa informasi terkait narasumber seperti nomor telepon menjadi vital bila kita, umpamanya, ingin menanyakannya kembali. Jangan lupa tanyakan juga bagamana ia mau diidentifikasi dalam berita.
3.       Kenapa
Kenapa sebuah peristiwa dapat terjadi? Aspek tersebut wajib ada dalam berita. Berita kecelakaan motor, misalnya, membutuhkan analisis penyebab kecelakaan tersebut. Aspek ini kerap menguji integritas jurnalisme warga saat menemui kesulitan mengumpulkan informasi. Akibatnya,  asumsi menjadi alternatif untuk melengkapi kedangkalan informasi tersebut.
4.       Dimana
Spasial sebuah berita akan menentukan minat khalayak ramai. Banjir di rumah kita mungkin tidak dapat dijadikan berita menarik. Berbeda apabila banjir tersebut terjadi di Bandara Soekarno-Hatta sehingga mengganggu aktivitas migrasi di sana. Cek kembali rincian nama tempat, alamat, dan wilayah suatu peristiwa dengan cermat. Kesalahan nama akan menjatuhkan kualitas dan mutu berita.
5.       Kapan
Ketahui kapan dan berapa lama peristiwa berlangsung. Seringkali, sebuah berita menarik menjadi tidak dibaca karena peristiwa yang diberitakan sudah terganti dengan topik baru yang lebih hangat.
6.       Bagaimana
Bagaimana kajadian itu berlangsung dan bagaimana rincian ceritanya. Kronologis peristiwa harus diterakan secara jelas dan runtut sehingga pembaca mudah memahami berita secara komprehensif.

Penulisan sebuah berita

Berita yang diangkat haruslah sesuatu yang baru dan masih jarang diketahui khalayak. Logikanya, orang tidak akan menghabiskan waktunya untuk menekuni berita yang telah ia ketahui. Kalaupun kita membuat berita yang telah diketahui khlayak, pilih sudut pandang (point of view) yang berbeda dari yang telah ada.
Tingkat kepercayaan sebuah berita akan menentukan jumlah orang yang membaca berita kita. Agar informasi dalam berita benar-benar akurat, banyak jurnalis yang terlibat langsung dalam peristiwa. Misal dalam peristiwa banjir di Istana Negara, kita mendatangi dan mengumpulkan informasi langsung dari Istana Negara untuk mengetahui seberapa besar banjir tersebut, apa dampaknya terhadap aktivitas di sana, dan informasi lainnya. Hal ini akan memperkecil tingkat kesalahan dalam pemberitaan.
Bagaimana bila peristiwa tersebut telah terjadi sehingga kita hanya mendapatkan dapat mencari informasi dari orang lain? Hal inilah yang memerlukan kehati-hatian sebab kesaksian narasumber dapat berbeda-beda. Misalkan dalam suatu demonstrasi, warga setempat mengatakan demonstran berjumlah 800 orang, salah seorang demonstran yakin ada 500 orang, namun pengendara yang lewat memperkirakan hanya 200 orang. Untuk menghindari kesalahan data, seorang jurnalis harus meminta pada sumber yang berwenang dan dapat dipercaya.
Bila menemukan  kebingungungan untuk menentukan berita yang akan ditulis, sebaiknya mulai dari sesuatu yang kita sukai. Hal ini membuat kita cenderung senang dan tak terbebani. Memberitakan topik yang kita pahami juga akan mempertajam isi berita. Apabila belum familiar, maka wawasan tentang topik tersebut perlu ditingkatkan. Hal ini penting karena kita harus tahu aspek apa saja yang harus diketahui dalam berita yang dibuat.
Untuk menghasilkan berita yang bagus, berusahalah bekerja seprofesional mungkin. Bukan demi  kepentingan individu dan kelompok tertentu. Buatlah berita yang  jujur dan berimbang agar tidak menyesatkan pembaca serta tidak mengandung nilai-nilai yang mengintervensi sebuah berita yang independen.

Berhadapan dengan narasumber

            Saat berada di lapangan, pastikan anda membawa peralatan penunjang: catatan manual, catatan digital, telepon selular, laptop, kamera/kamera video, dan perekam suara. Persiapan akan sangat menentukan kerja di lapangan. Selain mempermudah pengumpulan berita, benda-benda tersebut juga akan meningkatkan kepercayaan diri anda di depan narasumber.
                Jangan lupakan juga etika dalam mewawancarai narasumber. Di antaranya tidak boleh memberi pertanyaan yang bernada memojokkan dan menginterogasi. Buatlah narasumber nyaman berbagi informasi pada kita. Jangan memaksa apabila orang tersebut tidak mau diwawancarai dan penuhi keinginan narasumber apabila meminta agar identitasnya tidak disebutkan.
Apabila berita telah ditulis, jangan lupa meminta komentar dan penilaian orang terdekat. Orang lain dapat melihat dari sudut pandang yang berbeda sehingga lebih objektif.. Bergabung dalam komunitas sesama pegiat jurnalisme warga juga perlu. Selain dapat dapat bekerja sama dalam pelaporan berita, kita juga dapt meminta saran pada orang yang lebih berpengalaman.
Jadi tunggu apa lagi? Timbulkan semangat kritismu dan berbagi berita kepada orang lain.

Sumber:  Buku saku “Bagaimana Berpikir dan Bertindak Menjadi Jurnalis”  yang diterbitkan TEMPO Institute.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar