Oleh: Muhammad Izzan
Tembang bernuansa british itu
mengalun fasih dari mulut sang pengamen. Pertama kali melihatnya anda tidak
akan percaya pada sosok yang menyanyikannya. Ternyata sang pemilik suara
bertampang seperti orang jawa yang merantau ke ibu kota, bahkan tidak terlihat fasih berbahasa
Indonesia. Namun di luar dugaan. justru dia menyanyikan lagu berbahasa Inggris. Sang pengamen berperawakan
tinggi kurus, dengan kumis sedang dan kira-kira berusia 30-an tersebut memakai
kemeja lengan pendek hitam dengan sepatu pantofel butut yang terkelupas
kulitnya dan solnya sedikit menganga. Perasaan saya seperti melihat vokalis the Beattles bernyanyi
dalam diri seorang kuli bangunan.
Kejadian
ini cukup lucu karena sebelum ia menyanyi, saya juga melihat sang pengamen
berperawakan Jawa tersebut meminta dengan sopan agar ia menyanyi lebih dahulu
kepada sesama pengamen yang kebetulan menaiki metromini yang sama. Setelah pengamen
lain mempersilahkannya, terdengarlah suara yang sangat “barat”. Bapak tersebut
menyanyi dengan penuh penghayatan bagai seorang musisi kelas dunia, bahkan
hingga memejamkan mata demi menyatu dengan lagu yang ia bawakan. Di atas
metromini yang terus melaju, sang pengamen menguasai “panggung” hingga lirik
terakhir.
Ketika
mendengarkan pengamen tersebut saya seperti berada pada tahun 1990-an. Saya
tidak tahu tentang lagu tersebut sampai sang pengamen mengakhiri penampilannya
dengan berterimakasih dan menyebutkan penyanyi asli dan judul lagu tersebut.
Ternyata penyanyi aslinya adalah Elvis Presley, bukan the Beattles seperti yang
saya duga. Sayangnya saya tidak sempat mendengar judulnya.
Entah
bagaimana cara “Elvis ala Metro” tersebut mempelajari bahkan dapat menyanyikan
lagu tersebut hingga selesai dengan nada dan suasana yang begitu luar biasa
bagi seorang pengamen. Setelah ia selesai, majulah pengamen lain yang tadi
menunggunya. Sang pengamen adalah anak kecil berusia anak SD. Dengan
bertelanjang kaki, anak kecil itu menyanyikan lagu anak jalanan yang cukup terkenal.
“Kutunggu
kau.. kutunggu..kunanti kau.. kunanti..sampai, hingga akhir hayat iniiii”
lantun anak kecil tersebut.
Namun suaranya kurang enak didengar
karena selain dia memang tidak sebaik “Elvis ala Metro”, juga karena ia
menyanyi dengan setengah hati dan tanpa penghayatan. Tidak lama bernyanyi, anak
ini pun meminta receh kepada penumpang dan segera turun dari metromini.
Ibu
kota memang
identik dengan penghibur jalanan. Tidak terlepas angkutan umumnya yang selalu
memberi pelayanan “plus” musik seperti sang “Elvis ala Metromini” dan anak kecil tadi. Terbukti,
tidak lama setelah kedua pengamen tersebut turun, naik lagi tiga orang pengamen
dengan lagu yang berbeda.
Sebenarnya sah-sah saja apa
yang mereka lakukan di atas bis metromini sepanjang dilakukan dengan cara yang
sopan dan tidak mengganggu. Mereka tidak berbeda seperti kita yang sedang mencari rezeki-Nya.
Cara seperti ini tentunya jauh lebih beradab dibandingkan perilaku oknum yang
sering memaksa penumpang untuk memberi uang meskipun secara tidak langsung.
Cara ini pun bagi saya lebih terhormat dibandingkan para pengemis yang meminta-minta
ketika mereka masih bisa bekerja, kecuali bila sang pengemis meiliki
kekurangan (cacat) atau sudah tua yang membuat mereka tidak mampu bekerja.
Para seniman metromini tersebut menjadikan metromini sebagai angkutan yang
khas. Ya, khas dengan layanan musik yang akan mengiringi anda selama
perjalanan. Dengan banyaknya alternatif angkutan transportasi di Jakarta, Anda
bebas untuk memilih salah satunya. Tentunya
setiap angkutan memiliki nilai plus-minus
nya masing-masing. Tergantung selera dan ketebalan kantong anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar